Candailah Anak Kalian!

Ditulis Oleh: Abu Ibrahim Muhammad Ali     

Kelembutan dan kasih sayang adalah salah satu kebutuhan mutlak yang harus diberikan setiap orang tua terhadap anak-anaknya. Alloh Ta’ala menciptakan dan menganugerahkan sifat terpuji ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Apabila seseorang memiliki sifat tersebut, dia akan mengasihi dan menyayangi selainnya, dan apabila dia menyayangi orang lain dia pasti akan disayangi Alloh Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang2. Rasulullah pernah berkata sambil menangis ketika menyaksikan kematian salah satu putranya:

“(Tangisan) ini merupakan kasih sayang yang dianugerahkan oleh Alloh ke dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh hanya merahmati hamba-hambaNya yang penyayang.”3

Dan suri teladan kita telah menunjukkan berbagai cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayangnya kepada anak-anak baik dari kalangan kerabat atau anak-anak para sahabat yang lainnya.

“Ketika berpapasan dengan mereka, Rasulullah tidak segan mengucapkan salam kepada mereka.”4

Dalam kesempatan yang lain, Ummul Mukminin Aisyah mengatakan bahwa

Pernah suatu hari seorang bayi dibawa kepada Rasulullah, lalu beliau pangku anak tersebut, kemudian anak itu kencing mengenai baju Nabi namun beliau tidak marah dan murka, bahkan Nabi dengan lembut minta air kepada keluarganya untuk disiramkan pada baju yang terkena air kencing bayi tersebut.5

Sesungguhnya Rasulullah telah memberikan petunjuk kepada kita semua di dalam mewujudkan perasaan kasih dan sayang kepada manusia, di tengah segala kesibukannya sebagai pembawa risalah, pemimpin umat, seorang suami, dan lainnya. Beliau tidak mengabaikan masalah-masalah yang ternyata pengaruhnya jauh lebih baik dari yang kita perkirakan, dan insya Alloh kita pun dapat melakukannya atau sebagian darinya. Di antaranya:

1 Mencium Anak Adalah Salah Satu Ungkapan Kasih Sayang Orang Tua

Salah satu bentuk kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya ialah dengan mencium mereka. Sebaliknya, merupakan tanda keras dan kakunya hati seseorang apabila dia tidak pernah mencium anak-anaknya. Dalam suatu hadits dijelaskan, termasuk hal yang biasa dilakukan oleh Nabi adalah mencium anak yang masih kecil:

Dari Aisyah beliau berkata, “Telah datang seorang badui6 kepada Rasulullah, dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mencium anak-anak kecil? Akan tetapi kami tidak pernah mencium mereka.’ Rasulullah, menjawab, ‘Apakah aku punya kekuasaan untukmu apabila Alloh mencabut kasih sayang dari hatimu?'”7

Dalam hadits yang shahih juga dikisahkan bahwa al Aqra’ bin Habis berkata di hadapan Rasulullah,

“Aku mempunyai sepuluh anak dan aku tidak pernah mencium satu pun dari mereka.” Kemudian Nabi, melihat al-Aqra’ dan bersabda, “Barangsiapa tidak kasih sayang (kepada yang lain). maka dia tidak disayang.”8

Inilah petunjuk Nabi dan para sahabat seperti Abu Bakr9, dan semisalnya. Oleh karena itu, tidak ada anggapan tabu bagi kita melakukan apa yang telah dilakukan oleh suri teladan kita, dan generasi pendahulu kita yang telah meninggalkan untuk kita semua apa yang bermanfaat bagi umatnya walaupun menurut kita hal itu sepele.

Bahkan Imam Ibnul Qayyim menulis satu bab dalam hal ini di dalam kitabnya, Tuhfatul Maudud, dengan mengambil istinbath dari hadits-hadits yang semakna dengan di atas. Beliau mengatakan, “Bab disunnahkan mencium anak-anak”10.

2 Memaklumi Terbatasnya Kemampuan Anak-anak, Lebih-lebih Anak Perempuan

Di antara hikmah Alloh Ta’ala ialah menciptakan manusia dengan segala kemampuan terbatas dan bertahap, sehingga dapat dimaklumi apabila kita menjumpai kebanyakan anak-anak gemar bermain dan melakukan hal yang bersifat sia-sia. Memang inilah masa untuk persiapan mereka menginjak usia yang lebih dewasa. Sehingga para orang tua tidak perlu memaksa mereka dengan usia yang sangat dini membawa mereka kepada masa yang belum waktunya bagi mereka. Misalnya, anak harus terus belajar dan tidak diberi kesempatan bermain sama sekali, atau anak harus selalu serius dan tidak boleh bercanda dengan usianya yang sangat dini, padahal hal ini sangat mereka butuhkan. Benarlah Ummul Mukminin Aisyah tatkala beliau mengatakan:

“Maklumilah keterbatasan anak kecil perempuan (seperti diri-nya) yang masih suka sesuatu yang sifatnya sia-sia.”11

Beliau mengucapkan perkataan ini ketika masih belia dan masih suka melihat orang-orang Habasyah bermain dan menari. Dan suatu ketika beliau menonton . mereka sedang bermain didampingi oleh Rasulullah, sampai merasa puas, dan Nabi pun tidak melarangnya, mengingat beliau tergolong masih kecil dan menyukai hal- hal seperti ini.

Akan tetapi, kita pun tidak boleh terlalu menuruti semua keinginan anak sehingga anak menjadi manja. Sekali-sekali bolehlah kita tidak mewujudkannya apabila keinginan tersebut membahayakan untuk dilakukan, sekaligus ini merupakan salah satu bukti kasih sayang orang tua terhadap anaknya.

Catatan Kaki
… 1
Al Furqan Edisi 6 Tahun V / Muharram 1427
2
Sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari (I/223), Muslim dalam kitab Al-Jana’iz
3
HR. Bukhari 1/223, Muslim kitab al-Jana’iz II.
4
HR. Bukhari bab at-Taslim ‘alash shibyan 6247, Ahmad 121, 174.
5
HR. Bukhari kitab al-Wudhu 59, Muslim kitab ath-Thaharah 101, 104.
6
Orang Badui
adalah orang yang tinggal di gurun dan pedalaman, jauh dari kota. (Lihat Mukhtar Ash Shihah hal. 18 dan 177).
7
HR. Bukhari 5998, Muslim 2317.
8
HR. Muslim 2318.
9
Sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari (3917, 3918) dari Al Barra’ bin Azib.
10
Lihat Tuhfatul Maudud bab ke 14.

Di antara bentuk rasa kasih-sayang yang dapat dicurahkan kepada anak, adalah dengan mengikuti pola pikir mereka agar dapat terlibat dalam senda gurau bersama mereka. Inilah yang diajarkan dalam Islam seperti dalam perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana bentuk dan konteks keterlibatan kita ini?

3 Ikut Serta Bersenda Gurau Dengan Anak- anaknya Yang Masih Kecil

Sebagian orang berlebihan memberikan kesempatan anak-anak mereka bersenda gurau, sehingga hampir seluruh waktunya terbuang sia-sia demi bergurau dengan anak-anak mereka. Sebagian lainnya sibuk dengan kegiatannya dan sangat merasa rugi kalau waktunya digunakan untuk bermain dengan anak-anaknya, maka terbentuklah pribadi anak-anak sebagaimana akhlak dan perangai orang tua mereka. Tidak mengherankan apabila ada anak yang berkarakter kocak, tidak pernah serius, dan selalu meremehkan sesuatu walaupun itu penting. Atau sebaliknya, ada anak yang selalu serius, tidak pernah tersenyum, mudah tersinggung, dan sebagainya.

Tidak selamanya senda gurau itu tercela. Suatu ketika manusia membutuhkannya. Akan tetapi kebutuhan ini sebatas kebutuhan garam untuk setiap masakan, yang apabila kebanyakan garam berakibat masakan menjadi jelek, begitu pula apabila kurang garam menyebabkan masakan akan hambar, sebagaimana diungkapkan oleh Abul Fath al-Basti:

“Akan tetapi apabila engkau ingin bersendau gurau, hendaklah… hanya sebatas garam yang kau berikan pada makanan.”

Perlu kita ingat bersama, canda dan senda gurau Rasulullah yang patut kita tiru mempunyai beberapa keistimewaan. Di antaranya, Rasulullah bercanda tetapi tidak dengan kedustaan, canda Rasulullah tidak sampai mengurangi martabat dan wibawa beliau, dan canda beliau tergolong sedikit hanya sebatas kebutuhan saja.

Itulah beberapa kriteria senda gurau yang dapat menimbulkan rasa kasih dan sayang, mengusir perasaan-perasaan yang kurang berkenan, membuat orang betah bergaul dengan sesamanya, dan lain-lain. Apabila senda gurau itu dibutuhkan oleh orang dewasa, maka anak-anak yang masih kecil akan lebih membutuhkan senda gurau tersebut. Untuk itulah suri teladan kita, Rasulullah, kadang bersenda gurau dengan anak-anak kecil dengan berbagai cara yang berbeda menurut keadaan dan kebutuhan masing-masing. Di antaranya:

3.1 Kadang-kadang dengan menyebut gelaran atau sebutan yang menarik bagi anak kecil

Ada seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Thalhah. Dia mempunyai putra yang masih kecil. Suatu ketika Rasuiullah menemuinya dalam keadaan sedih, lalu Rasulullah bertanya pada orang tuanya kenapa anak ini sedih. Mereka mengatakan, seekor burung sejenis burung pipit yang biasa jadi mainannya telah mati. Lantas Nabi menegur dengan gelaran untuk menghibur kesedihan anak ini dengan mengatakan:

“Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan an-nughair?”12

An-nughair adalah pengecilan nama dari burung sejenis burung pipit tersebut. Rasulullah menggelari anak ini dengan Abu Umair (bapaknya Umair) padahal anak ini masih sangat kecil, dan ini dimaksudkan untuk menghibur dan bergurau dengan anak yang sedang sedih ini.

Pada kesempatan yang lain Rasulullah memanggil Anas bin Malik dengan bercanda:

“Wahai sang pemilik dua telinga!”13

3.2 Kadang-kadang dengan menggendong dan meletakkannya di atas pundaknya

Seorang sahabat yang bernama al-Barra’ bin Azib mengatakan, “Aku pernah melihat Rasulullah, sedangkan al-Hasan bin Ali berada di atas pundak beliau seraya beliau mengatakan:

“Wahai Alloh, sungguh aku mencintainya (al-Hasan yang sedang berada di atas pundak Nabi), maka cintailah dia.”14

Pada kesempatan lain, pernah Rasulullah menggendong cucu perempuannya yang bernama Umamah ketika sedang dalam shalatnya, apabila beliau hendak sujud beliau letakkan cucunya, dan apabila berdiri beliau gendong.15

3.3 Kadang-kadang dengan mendekap anak kecil dari belakang kemudian anak itu disuruh menebaknya

Ada seorang sahabat yang masih kecil dari kalangan penduduk gurun, bernama Zahir. Anak ini bermuka buruk tetapi Rasulullah suka dengannya. Suatu ketika Nabi melihatnya menjual sesuatu di pasar. Lalu Nabi segera mendekapnya dari belakang sedangkan anak ini tidak bisa melihat siapa yang mendekapnya. Lantas ketika tahu bahwa yang mendekapnya adalah Rasulullah maka anak ini senantiasa menempelkan punggungnya ke dada Rasulullah karena dia cinta kepada beliau.16

3.4 Kadang-kadang dengan menyemburkan air ke wajah anak kecil atau sekedar menjulurkan lidahnya supaya anak itu senang

Ada lagi sahabat lain yang masih tergolong sangat kecil yang ‘mendapatkan’ sendagurau Rasulullah, yakni Mahmud bin ar-Rabi’, dia mengatakan:

“Aku masih ingat dengan semburan air dari satu ember yang dulu pernah Rasulullah semburkan dari mulutnya pada wajahku. Saat itu aku masih berumur kira-kira lima tahun.”17

Pada kesempatan lain, sahabat Abu Hurairah pernah menceritakan:

Dari Abu Hurairah dia berkata,

“Pernah dulu Rasulullah, menjulurkan lidahnya kepada al-Hasan bin Ali. Tatkala melihat lidah Rasulullah yang merah, al-Hasan merasa riang gembira dengannya.”18

Demikianlah, beberapa akhlaq Nabi kita yang mulia terhadap anak-anak. Mudah-mudahan bisa menjadi siraman hati dan melunakkan hati yang keras sehingga menjadi lembut sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang memang membutuhkan kasih sayang dan kelembutan dari orang tuanya. juga, mudah-mudahan hati kita tidak menjadi kering atau bahkan mati –na’udzu billah min dzalik– dari perasaan tersebut.

Wahai para orang tua, bersegeralah mengoreksi diri! Kasih sayang dan kelembutan ataukah kekerasan dan pukulan yang telah kita berikan kepada buah hati kita? Wallohu A’lam.

Catatan Kaki
11
HR. Bukhari 5190, Muslim 892.
12
HR. Bukhari 6129, Muslim 2150.
13
HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syama’il al-Muhammadiyah no. 200.
14
HR. Bukhari 3749, Muslim 2422.
15
HR. Bukhari 516, Muslim 2/181.
16
HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy- Syama’il al-Muhammadiyah no. 205.
17
HR. Bukhari 77.
18
Lihat Silsilah ash-Shahihah 70.